**pernah dikutsertakan dalam lomba cerpen di UNAND, alhamdulillah juara 2 ^_^
Islam di Sorot Mata Bidadariku
Hari itu, ya hari itu, tepat hari Jumat didepan Ayahmu, aku sah menjadi seorang suami dari seorang wanita yang cantik jelita. Penutup kepala yang engkau pakai hingga menutupi sebahgian tubuhmu menambah kemewahan cintaku padamu, Sungguh tak pernah ku harap di anugrahi kekasih sepertimu. Ku sebut, engkau bidadari surga yang dititip Tuhan untukku.
Masih ingat di benakku, pertama kali aku melihatmu di bandara moh.hatta untuk terbang menuju bandara yang ada di Makassar. Cincin ini belum melingkar dijariku, engkau duduk dikursi tunggu persis di ssudut dinding, melihatmu sedang membaca sebuah buku islam. Aku tak berani mengganggumu, aku hanya melihatmu dari kejauhan, mengagumi keelokan pakaianmu, mengagumi keteguhanmu diantara kejamnya dunia modern. Subhanallah.
Tujuan kita satu yaitu menaiki burung besi bermerek garuda itu, menuju makassar. Aku berniat Menyelesaikan pekerjaanku yang sempat terbengkalai beberapa hari. Pesawat akan terbang dalam waktu 10 menit, aku lihat engkau beriringan dengan seorang lelaki separuh baya, aku rasa umurnya 50 tahun, memakai jubah coklat gelap berjalan didepanmu membawa koper kecil. Mungkin itu ayahmu, fikirku saat itu.
Aku akan menetap di makassar selama 1 tahun, aku bertanggungjawab disalah satu perusahaan komputer yang ada di Makassar sebagai meneger pengganti. Penerbangan menuju Makassar membutuhkan waktu dua jam. Aku hanya duduk melihat awan dari jendela pesawat. Mengagumi ciptaan Tangan ajaib Tuhan. Aku berharap, suatu saat kita bisa bertemu lagi.
Setibanya di bandara Makassar, aku berjalan tepat dibelakang lelaki separuh baya yang sedari tadi bersamamu, memegang erat tanganmu, berjalan lumayan cepat, mungkin ada kepentingan yang harus diselesaikan. Natahlah!!!
Perasaanku tak bisa disalahkan. Mungkin aku menyukaimu. Dengan cepat aku memotong jalan lelaki separuh baya itu, sembari menyapa “assalamui’alaikum pak”, “Waaliakumussalam” jawab lelaki separuh baya itu. Aku lihat engkau ikut tersenyum kepadaku.
Waktu itu berlalu sangat cepat, aku harus segera berangkat menuju perusahaan, karena ada surat surat yang harus ditandatangani. Perjalanan menuju kantor, aku merasa ingin mengulang kembali kisah yang teramat singkat tadi, bertemu seorang putri yang senang dengan islamnya.
Belum genap satu bulan aku menginjakkan kaki di tanah Makassar, aku masih saja mengagumimu dari kejauhan mata, meski engkau tak terlihat di hadapanku. Aku berdoa, jika Allah mengizinkan pertemuan itu kembali, dan dengan kehendakNya pula, aku ingin menjadikanmu seorang bidadari nyata bagi diriku, bukan sekedar khayalan belaka. Insyaallah.
Tidak perlu waktu lama, sebulan aku dimakassar, aku bertemu dengan lelaki separuh baya yang pernah ku lihat dia bersamamu dibandara, ia mampir di toko komputer milik perusahaan kami. Aku langsung melayaninya dengan hormat. Aku ingat ketika pertama kali menyapanya di bandara. Mungkin ini gerakan Tuhan untuk melanjutkan niatku terhadapmu.
Aku menggunakan kesempatan ini dengan baik, pertemuan kedua kalinya dengan lelaki paruh baya itu yang ternyata adalah ayahmu menjadi langkah awalku mengenalimu.
Tiga bulan berjalannya taaruf ini, aku ingat tidak sampai lima kali kita bertatap muka, aku tau, ayahmu seorang imam di lingkungannya. Dan engkau adalah putri satu-satu miliknya. Malam itu aku bertemu dengan ayahmu, kami membicarakan tentang dirimu. Ayahmu ingin mengakhiri perjalanan taaruf ini dan memintaku untuk menyegerakan kedua orangtuaku menemuinya.
Malam itu juga, setelah pertemuan kami berdua di sebuah cafe ditepi jalan kota Makassar, aku langsung memberi kabar indah ini kepada kedua orangtuaku. Mereka memberi respon baik, dan menyanggupi untuk berangkat ke Makassar dua hari lagi.
Dua hari setelah petemuan aku dan ayahmu, aku bertamu kerumahmu bukan sebagai orang asing, tapi sebagai seorang pemuda yang ingin menyempurnakan agamamu. Indah nian pertemuan aku dengan mu sesingkat waktu dan sesingkat kisah, aku mengakhiri taaruf ini dengan sebuah pernikahan.
Ternyata pekerjaanku di Makassar tidak selama yang aku fikirkan, direktur mengembalikanku sebagai menager tetap di jakarta. Engkau mendampingiku dengan keindahan sikapmu sebagai seorang istri.
Aku harus membawamu kembali ke Jakarta, ditempat aku bekerja sekaligus kembali kerumahku. Ayah dan ibumu mengizinkanku kembali ke Jakarta bersamamu. Kelembutan angin kebahagiaan menerpa indah disetiap sudut pernikahan. Hidup itu indah bersama islam, melihat kecantikanmu dengan jilbab dalammu, mengagumi keteguhanmu dengan baju lebarmu. Sungguh indah ketaatanmu kepada Rabbmu.
Umurmu 5 tahun lebih muda dariku, aku bersyukur 27 tahun hidupku, Allah memberiku sosok bidadari didalam dirimu. Aku bersyukur, bersyukur atas keindahan ini. Aku berjanji, berjanji menjaga amanah Allah kepadaku untuk menjaga dan membimbingmu meski mungkin aku tak sesempurna harapanmu.
Aku ingat setelah sebulan engkau berdiri di tanah kelahiranku, Jakarta, mungkin sesak kau rasa, tak seperti di daerahmu, yang masih berwarna kehijauan. Aku ingat jalan setapak kecil ini, jalan ini menjadi saksi kecintaanmu kepada Rabbmu. Saat itu engkau memintaku untuk mengantarmu ke mushalla dekat rumah, sekitar 100m dari kediaman kita. Aku ingat kata-kata indahmu “aku harus menghadiri ta’lim ini, karena mereka saudari-saudari seimanku yang harus aku bimbing, dengan keridhaan suamiku dan Allah, aku telah merasa bahagia. Dengan ini, insyaallah amal kita bisa semakin menggunung walau esok kita telah tiada”. Saat itu Aku berfikir, engkau melebihi malaikat.
Jalan setapak kecil ini, ketika kita berjalankaki menuju ta’lim yang menantimu, jalan ini menjadi saksi bisu lisan-lisan indahmu, sungguh indah kudengar niat terbesarmu mengajari saudari-saudarimu menjadi lebih baik darimu.
Aku hanya mengantarkanmu hingga pagar mushalla, menyaksikanmu melangkah menuju pintu masuk dan duduk ditengah tengah kerumunan majelis. Aku harus pulang kembali menyelesaikan laporan kantor. Aku berdoa semoga engkau menjadi yang dicintai disisi Allah.
Ibarat surga ku temui pada dirimu. Memori itu masih melekat pekat di benakku, getaran-getaran tutur katamu masih terngiang di telingaku, tersimpan indah di lubuk hati.
Perpisahan kecil ini tak mungkin terjadi, jika aku mampu memutar balik semua kenangan yang kau ciptakan untukku. Bagimu Agama Allah di jiwamu, bagimu Islam itu keindahan dunia akhiratmu, bagimu ta’lim itu adalah kewajiban yang tak boleh terlewatkan sedikitpun. Sorot matamu yang bercahaya menggambarkan keikhlasanmu menjalani perintah Rabbmu.
Aku tau, lingkaran ta’limmu tak sebaya dengan mu, kau bilang usia mereka 10 tahun atau 20 tahun diatasmu. Tetapi dengan anggun, engkau mengajari mereka membaca al-quran satu-persatu, menceramahi mereka dengan keta-kata lembutmu. Aku ingat, sangat ingat dengan semua ceritamu. Jika aku mampu, aku ingin mengembalikan semua kenangan ini.
Aku tak pernah sekalipun mendapatimu mengeluh, mengeluh kesusahan, mengeluh kelelahan, atau mengeluh apapun, semua kau jalani dengan penuh ketenangan, dengan penuh keikhlasan, tanpa pernah ku lihat cahaya matamu menghilang beiringan kelesuan wajahmu. Tidak, sekalipun tidak pernah aku temui sosok dirimu sedemikian rupa.
Tapi, semua harus berlalu dengan cepat, secepat detak sedetik jarum jam, bahkan lebih cepat. Rasanya baru beberapa detik yang lalu aku menerima kecintaan Tuhan kepadaku dengan menitipkan kekasihNya untukku. Rasanya baru sedetik aku mengagumimu, baru sedetik aku berjanji dihadapan Rabb untuk menjagamu. Baru sedetik gerakan jarum jam tanganku.
Aku kira, kisah ini akan berlalu hingga aku dan dirimu menjadi tua. setiap lembaran lembaran cerita itu takkan pernah kusam, takkan pernah pudar, akan terus indah seperti awalnya. Menjadi tua bersama diatas pijakan keanggunan Islam kita.
Aku berserah diri pada Allah atas segala ketentuanNya. Mungkin teramat anggun perlakuan Allah kepadamu, dengan kesempurnaan kecintaanmu kepada Allah. Bahkan untuk meneguk air satu gelas saja tidak sempat bagimu demi kedisiplinanmu menghadiri ta’lim yang sampai saat ini kulihat berjalan lancar, tetapi ta’lim ini sekarang berbeda dari beberapa bulan yang lalu.
Aku ingat, ketika kesakitan itu kau rasa sendiri, kesakitan yang membuatku meneteskan airmata. Aku merasa takut, teramat takut jauh darimu, untuk meninggalkanmu satu hari saja, aku merasakan kekurangan dalam jiwaku. Tetapi, kesakitan itu membuatmu tersenyum. “mungkin aku tak selamanya berada disisimu, tapi ingat lah bahwa ada yang lebih berhak terhadapku dibandingkan suamiku, Rabb kita” tuturmu begitu lembut. Ketegaran itu aku lihat di setiap senyumnya. Aku tau, Allah lebih berhak atasmu dibandingkan aku. Dengan kesakitan itu engkau masih bisa mengingat Rabb mu.
Aku tau, ketegaran yang ku lihat itu kau ciptakan semata-mata untuk menghiburku. Tapi tidak, aku tidak bisa tersenyum melihat kesakitanmu, aku tidak sanggup melihat engkau harus bolak balik rumah sakit hanya untuk transfusi darah.
Ya, gagal ginjal, penyakit yang harus kau alami. Ntah kapan penyakit ini mulai menggerogoti tubuhmu, aku tidak pernah tau bahkan kedua orangtuamu. Aku tau, selama ini kau baik-baik saja, tak pernah mengeluh sakit, tak satupun pernah terlontar kata-kata “aku sakit” dari bibirmu.
Kisah kita berdua belum terlukis satuu tahun, hanya 8 bulan senyum nyata itu terukir. Engkau harus menjalani kegiatan yang berbeda, opname, ya, dokter menamakannya opname. Aku tau, kesakitan itu engkau tafsirkan sebagai hadiah dari Allah.
4 bulan perawatan yang harus kau jalani. Semua kegitan ta’limmu kau amanahkan kepada teman baikmu. Kecemasan aku dan orangtuamu terhadap dirimu teramat dalam. Tetapi engkau masih bisa tersenyum indah. Aku pernah bilang engkau bidadari surga, dan aku paham, bidadari surga hanya pantas hidup disurga.
“Islam itu indah, islam itu jalan surga, dengan islam insyaallah Allah akan meridhai kehidupan kita”. Mungkin ini ucapan terakhir yang kudengar dari bibirmu sebelum engkau mengucapkan kalimat La ilaaha illallah.
Kini aku hanya mampu mengingat, memutar-mutar kenangan itu melalui memori otak. Membayangkan engkau berdiri dihadapanku memakai jilbab lebar yang menambah keanggunanmu, memakai pakaian lebar yang mencerminkan kehormatanmu. 4 bulan perawatan itu adalah jalanmu untuk menemui Rabbmu.
Tepat sehari sebelum ulangtahun pernikahan kita yang pertama, engkau seutuhnya kembali kepada Rabbmu. Kejadian teramat besar terjadi dalam jiwaku, keikhlasan itu teramat berat, kesabaran itu teramat sulit. Engkau membererikan aku kisah yang sangat indah, tetapi kini engkau menciptakan kerinduan yang teramat dalam.
Ulang tahun pernikahan ini harus ku lalui sendirian, harus berisikan butiran kecil airmata yang mengalir tanpa henti. Masih terngiang jelas di benakku kisah-kisah hebat yang kau tinggalkan untukku. Hanya airmata yang menemaniku di malam unniversary pernikahan kita, yang seharusnya engkau dan aku duduk berdua dimeja makan yang aku rencanakan hidangan istimewa dari tanganku sendiri.
Tapi, mungkin kini, kebahagiaanmu takkan bisa tergantikan dengan apapun bahkan oleh siapapu. Aku tetap berdoa untukmu, dalam kerinduan yang teramat dalam ini aku berharap Allah mempertemukan kita kembali disurga dengan kebahagiaan yang haqiqi.
Ini hanya perpisahan kecil yang harus ku lalui dengan sabar untuk pertemuan yang lebih haqiqi di hadapan Rabb kita.
Allah mengatur setiap kisah cinta manusia dengan petunjuk Al-quran dan sunnah, melalui islam Allah menciptakan keindahan yang teramat indah dengan janji cinta yang diridhai dan berbalas Syurga.
Terimakasih atas keindahan yang engkau berikan kepadaku dengan segala ketaatanmu kepada Rabb. Semoga kesabaran itu tetap berdiri kokoh di hati ini. 2 bulan aku hidup tanpa engkau disisiku, aku ridha dengan ketentuan Rabb kita, aku ikhlas. Karena janji Allah adalah suatu kepastian. Semoga Allah memberi kekuatan hidup tanpa dirimu.
Senyum indahmu di hari kepergianmu, menjadi bukti bahwa engkau istimewa disisi Rabbmu. Senyum itu meyakinkanku, bahwa engkau dinaungi sayap-sayap malaikat Rabbmu. Dan senyum itu menjadikan keikhlasan di hatiku karena Rabbmu tak ingin jauh darimu.
Islam itu indah, islam itu indah. Tekadmu terhadap islam akan menjadi amanahmu kepadaku. Aku berdoa kepada Allah, jika nya aku mendapat pengganti, aku berharap insan sehebat dirimu, menjadikan aku seorang hamba yang taat kepadaNya.
------------------------------------------------------------------------------------- cerpen islam
Biodata penulis
Nama : rifda ariqah
Tempat tanggal Lahir : Bangkinang, 15 Agustus 1993
Universitas : UIN Sultan Syarif Kasim Riau, Pekanbaru
No KTM : 5022 8203 6845
Alamat asal: Dusun muara uwai RT 002 RW 002, Bangkinang Seberang, Kampar Riau
Alamat email : rifda.arusy@gmail.com
Alamat fb : https://www.facebook.com/ririfarusy
No hp : 081267461918
Biodata penulis
Nama : rifda ariqah
Tempat tanggal Lahir : Bangkinang, 15 Agustus 1993
Universitas : UIN Sultan Syarif Kasim Riau, Pekanbaru
No KTM : 5022 8203 6845
Alamat asal: Dusun muara uwai RT 002 RW 002, Bangkinang Seberang, Kampar Riau
Alamat email : rifda.arusy@gmail.com
Alamat fb : https://www.facebook.com/ririfarusy
No hp : 081267461918
0 komentar:
Posting Komentar
berikan komentar pada tulisan ini dengan kata yang sopan dan bijak ya sahabat media ^_^, jika komentar dianggap spam oleh admin komentar akan di delete ^_^ terimakasih